tulisan berjalan

Selasa, 10 April 2012

laporan


TUGAS KELOMPOK PRAKTIKUM
EKOLOGI HEWAN
MORFOLOGI NYAMUK
Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Ekologi Hewan Dengan Dosen Pengampu
Dr. Agus sutanto, M.Si / Suharno zein, S.Si. M.Si
                                        
Di Susun Oleh

NAMA
NPM
1.      Elis Nuryeni
10321311
2.      Erzi uswatu Hasanah
10321314
3.      Evi Nawasari
10321315
4.      Fendi Riawan
10321317
5.      Firia Kustiani
10321319

           
Prody:Bology (A)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN(FKIP)
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH METRO
2012












KATA PENGANTAR


       Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “MORFOLOGI NYAMUK” dengan baik.
Dengan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan Tugas ini diantaranya:
1.Kepada Allh SWT.
2.Bapak Dr.Agus Sutanto dan Suharno Zein,M.Si sebagai dosen pengampu mata kuliah ekologi hewan.
3.Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu penulisan sehingga dapat terselesaikan makalah ini dengan baik.
Akhirnya penulis menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kekurangan dan kekeliruan,hai ini disebabkan karena keterbatasan penulis.Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Penulis berharap semoga Makalah ini bermanfaat bagi yang manggunakannya



Metro.   April 2012

                                                                                                      Penyusun



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR IS......... ........................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A.    Latar Belakang .............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
A.     Morfologi Nyamuk Aedes aegypti................................................... 3
1.    Siklus Hidup Aedes Aegypti dan Aedes albopictus................ 4
B.     Study kasus demam berdarah......................................................... 5
C.     Prilaku dan Siklus Hidup................................................................ 5
D.     Perilaku Aedes Aegypti dan Aedes albopictus.............................. 8
1.    Prilaku Mencari Darah........................................................ 9
2.    Prilaku Istirahat................................................................... 9
3.    Prilaku Berkembang Biak................................................... 9
E.      Pengendalian Vektor........................................................................ 10
F.      Perilaku warga Setelah Terjangkit Demam Berdarah..................... 11
1.    Penanggulangan Masyarakat Pada Demam Berdarah.......... 12
BAB III PENUTUP......................................................................................... 14
A.    Kesimpulan .................................................................................... 14
B.     Saran    ........................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA

 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang



Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak Mantri seringkali salah dalam penegakkan diagnosa, karena kecenderungan gejala awal yang menyerupai penyakit lain seperti Flu dan Tipes (Typhoid).Penyakit demam berdarah dengue atau yang disingkat sebagai DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur gigitan saat menghisap darah manusia.
Selama nyamuk aides aigypti tidak terkontaminasi virus dengue maka gigitan nyamuk dbd tersebut tidak berbahaya. Jika nyamuk tersebut menghisap darah penderita dbd maka nyamuk menjadi berbahaya karena bisa menularkan virus dengue yang mematikan. Untuk itu perlu pengendalian nyamuk jenis aedes aegypti agar virus dengue tidak menular dari orang yang satu ke orang yang lain


















     BAB II
PEMBAHASAN
A.    Morfologi Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Setiap had nyamuk Aedes betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar.
Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah mencapai instar keempat, larva berubah menjadi pupa di mana Larva memasuki masa dorman (inaktif, tidur).
Pupa bertahan selarna dua had sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu tujuh hingga delapan hari, tetapi dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.
Telur Aedes aegypti tahan terhadap kondisi kekeringan, bahkan bisa bertahan hingga satu bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya.
Kondisi larva saat berkembang dapat mempengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah.
1.      Siklus Hidup Aedes Aegypti dan Aedes albopictus
Menurut Departemen Kesehatan (2004) siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus dibagi menjadi 4 tahapan siklus yaitu:
a.      Telur
1)      Satu per satu pada dinding bejana
2)      Telur tidak berpelampung
3)      Sekali bertelur nyamuk betina menghasilkan sekitar 100-250 butir
4)      Telur kering dapat tahan 6 bulan
5)      Telur akan menjadi jentik setelah sekitar 2 hari
b.      Jentik
1)      Sifon dengan satu kumpulan rambut
2)      Pada waktu istirahat membentuk sudut dengan permukaan air
3)      6-8 hari menjadi pupa
c.       Pupa
1)      Sebagian kecil tubuhnya kontak dengan permukaan air
2)      Bentuk terompet panjang dan ramping
3)      1-2 hari menjadi nyamuk Aedes aegypti
d.      Nyamuk Dewasa
1)      Panjang 3-4 mm
2)      Bintik hitam dan putih pada badan dan kepala
3)      Terdapat ring putih di kakinya

B.     STUDY KASUS DEMAM BERDARAH
·         Keluhan Utama : Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
·         Riwayat penyakit sekarang. Pasien mengatakan sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun.
·         Riwayat penyakit dahuluPasien mengatakan pernah demam 1 minggu yang lalu. Pasien pernah mengalami anemia. Namun tidak ada penyakit yang diderita secara spesifik
·         Riwayat Penyakit keluarga. Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang pernah mengalami sakit keturunan

C.    Perilaku dan siklus hidup

Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Demam berdarah kerap menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini.
Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar.
Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan A. albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas).
Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.
Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk
perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuk-nyamuk.
Lingkaran hidup nyamuk ini melalui metamorfosis sempurna, artinya sebelum menjadi stadium dewasa harus mengalami beberapa stadium pertumbuhan yakni telur, beberapa stadium larva dan stadium pupa. Satu siklus lamanya kira-kira 9-12 hari dan ini sangat tergantung dengan adanya persediaan makanan dan temperatur yang sesuai. Pengetahuan tentang oviposition (tempat bertelur) dan breeding place (tempat perkembangbiakan) dalam siklus hidup mem[unyai arti tersendiri karena ada kaitannya dengan program penanggulangan vektor (Wijana,1992).
Secara biologis kedua spesies nyamuk tersebut mempunyai dua habitat yaitu akuatik (perairan) untuk fase pra dewasanya (telur, arva dan pupa), dan daratan atau udara untuk serangga dewasa. Nyamuk yang habitat imago di daratan atau udara akan mencari tempat di dekat permukaan air untuk meletakkan telurnya. Bila telur yang diletakkan itu tidak mendapat sentuhan air atau kering masih mampu bertahan hidup antara 3 bulan sampai satu tahun. Masa hibernasi telur-telur itu akan berakhir atau menetas bila sudah mendapatkan lingkungan yang cocok pada musim hujan untuk menetas. Telur itu akan menetas antara 3-4 jam setelah mendapat genangan air menjadi larva. Habitat larva yang keluar dari telur tersebut hidup mengapung di bawah permukaan air (Judarwanto, 2007)
Berbeda dengan habitat imagonya yaitu hidup bebas di daratan (terrestrial) atau udara (aborial). Aedea aegypti lebih menyukai tempat di dalam rumah penduduk sementara Aedes albopictus lebih menyukai tempat di luar rumah yaitu hidup di pohon atau kebun atau kawasan pinggir hutan oleh karena itu sering disebut nyamuk kebun. Nyamuk Aedes aegypti yang lebih memilih habitat di dalam rumah sering hinggap pada pakaian yang digantung untuk beristirahat dan bersembunyi menantikan saat tepat inang datang untuk menghisap darah (Supartha, 2008).
Berdasarkan pola pemilihan habitat dan kebisaaan hidup nyamuk dewasa Aedes aegypti dapat berkembang biak di tempat penampungan air bersih seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung dan barang-barang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan terisi air. Sementara Aedes albopictus dapat berkembang biak di habitat perkebunan terutama pada lubang pohon atau pangkal bambu yang sudah dipotong yang bisaanya jarang terpantau di lapangan. Kondisi itu dimungkinkan karena larva nyamuk tersebut dapat berembang biak dengan volume air minimum kira-kira 0,5 sentimeter setara atau setara dengan satu sendok teh (Hasyimi dan Soekirno, 2004)
Nyamuk Aedes aegypti lebih senang bertelur di permukaan-permukaan yang basah dari kontainer. Tidak pernah ditemukan bertelur di permukaan kering dan permukaan berlumpur. Berdasarkan percobaan di laboratorium ternyata 29,9% telur dapat ditetaskan di permukaan air apabila disediakan permukaan kontainer yang tidak cocok, misalnya permukaan gelas. Suatu survai telah dilakukan oleh Moore, dkk (1978) di Tanzania dan menemukan breeding place pada tempat-tempat sebagai berikut:
§  Ban-ban bekas
§  Bekas bagian-bagian (onderdil)
§  Tong-tong kayu
§  Kulit-kulit kacang
§  Tempayan-tempayan berisi air
§  Lekukan-lekukan daun
§  Bekas rumah-rumah siput
§  Lubang-lubang pada pohon
§  Potongan-potogan bamboo

Perilaku hidup larva tersebut berhubungan dengan upayanya menjulurkan alat pernafasan yang disebut sifon menjangkau permukaan air guna mendapatkan oksigen untuk bernafas. Habitat seluruh masa pradewasanya dar telur, larva dan pupa hidup di dalam air walaupun kondisi airnya sangat terbatas (Judarwanto, 2007).

D.    Perilaku Aedes Aegypti dan Aedes albopictus

Menurut Departemen Kesehatan (20044) pola perilaku nyamuk meliputi perilaku mencari darah, istirahat dan berkembang biak:


1. Perilaku Mencari Darah
Imago Aedes aegypti dan Aedes algopictus jantan mempunyai perilaku makan yang sama yaitu mengisap vektor dan juga tanaman sebagi sumber energinya. Selain energi, imago betina juga membutuhkan pasokan protein untuk keperluan produksi (anautogenous) dan proses pematangan telurnya. Pasokan protein tersebut diperoleh dari cairan darah inang (Merrit &
Cummins, 1978).
Setelah kawin, nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali pada pagi hari sampai sore hari, dan lebih suka pada jam 08.00-12.00 dan jam 15.00-17.00. nyamuk betina untuk mendapatkan darah yang cukup sering menggigit lebih dari satu orang (multiple bitter). Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter dan umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan (Merrit & Cummins, 1978).

2. Perilaku Istirahat
Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telur. Tempat istirahat yang disukai Aedes aegypti adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang, seperti kamar mandi, dapur, WC dan di dalam rumah seperti baju yang digantung, kelambu, tirai sedangkan Aedes albopictus di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah (Merrit & Cummins, 1978).

3. Perilaku Berkembang Biak
1.                  Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air, sedikit di atas permukaan air.
2.                  Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran sekitar 0,7 mm per butir.
3.                  Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan.
4.                  Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air.
5.                  Jentik nyamuk setelah 6-8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk.
6.                  Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak di dalam air, tetapi tidak makan dan setelah 1-2 hari akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti baru.

E.     Pngendalian Vektor
Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor.Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu menguras, menutup, dan mengubur.
  • Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi.
  • Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki akses ke tempat itu untuk bertelur.
  • Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.
Beberapa cara alternatif pernah dicoba untuk mengendalikan vektor dengue ini, antara lain mengintroduksi musuh alamiahnya yaitu larva nyamuk Toxorhyncites sp. Predator larva Aedes sp. ini ternyata kurang efektif dalam mengurangi penyebaran virus dengue.
Sebuah penelitian melepas Aedes aegypti yang terinfeksi bakteri lalat buah disebut Wolbachia. Bakteri membuat nyamuk kurang mampu membawa virus demam berdarah sehingga membatasi penularan demam berdarah jika meluas dalam populasi nyamuk. Pada prinsipnya Wolbachia dapat menyebar secepat nyamuk jantan yang terinfeksi menghasilkan keturunan dengan Wolbachia menginfeksi wanita.
Penggunaan insektisida yang berlebihan tidak dianjurkan, karena sifatnya yang tidak spesifik sehingga akan membunuh berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis. Penggunaan insektisida juga akhirnya memunculkan masalah resistensi serangga sehingga mempersulit penanganan di kemudian hari.
F.     Perilaku warga Setelah Terjangkit Demam Berdarah


Membuang sampah pada tempatnya cerminan hidup sehat.


Tinggal di sebuah negeri tropis dalam beberapa hal menguntungkan kita karena sinar matahari yang hangat dapat kita nikmati hampir setiap hari dalam setahun. Namun iklim yang hangat ini juga menimbulkan berbagai epidemik penyakit tersendiri yang meresahkan warga.
Salah satu penyakit yang paling populer di berbagai Negara tropis di dunia adalah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh nyamuk. Serangga ini memang bentuknya kecil dan dapat mati sekali tepuk, namun jangan salah, penyakit yang dibawanya dapat menyebabkan kematian.
Nyamuk hanya hidup di Negara beriklim hangat dan dapat ditemukan di mana-mana baik di daerah pedesaan atau perkotaan, di daerah pegunungan dan daerah pantai. Di Indonesia nyamuk sangat populer dengan 3 jenis penyakit yang dibawanya yaitu Malaria, Demam Berdarah dan Cikunguya.
Penyakit yang dibawa nyamuk akan menjadi semakin banyak di saat terjadi perubahan iklim seperti peralihan musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya. Penyakit yang disebabkan oleh nyamuk dapat diminimalisir dengan menjaga tempat tinggal supaya tidak menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk, oleh karena itu diharapkan turut serta masyarakat untuk memberantas penyakit ini bersama-sama.
Menjaga kebersihan tidaklah cukup, masyarakat hendaknya memperhatikan pula tempat-tempat yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Nyamuk sangat senang berkembang biak di tempat-tempat yang tergenang air, oleh karena itu tutup semua tempat/lubang yang mengandung air seperti pot bunga, tempat pembuangan kulkas, bak mandi, tempat minum burung dan lain-lain.
Tutup pula lemari dan tempat-tempat tumpukan kain tempat nyamuk biasa bersembunyi. Semprot ruangan 2 jam sebelum anda tidur dan tutup pintunya. Tutup jendela dan lobang ventilasi dengan kassa atau gunakan pintu kassa untuk menghalangi nyamuk dan serangga lainnya masuk ke rumah anda. Tak usah menunggu tim pemantau jentik datang ke rumah anda, andalah yang seharusnya memantau semua tempat di rumah anda supaya tidak menjadi tempat berkembangbiak nyamuk.
Terakhir bekerjasamalah dengan tetangga anda untuk mengadakan penyemprotan rutin yang dapat membunuh semua serangga pengganggu dan telur-telur nyamuk yang ada di masing-masing rumah dan selokan sehingga tak hanya rumah anda saja yang bebas nyamuk tapi juga lingkungan sekitar anda.

a.      PENANGGULANGAN MASYARAKAT PADA DEMAM BERDARAH
Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk penyakit demam berdarah. Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi vektor nyamuk demam berdarah. Insiatif untuk menghapus kolam kolam air yang tidak berguna (misalnya di pot bunga) telah terbukti berguna untuk mengontrol penyakit yang disebabkan nyamuk, menguras bak mandi setiap seminggu sekali, dan membuang hal – hal yang dapat mengakibatkan sarang nyamuk demam berdarah Aedes Aegypti.
Hal-hal yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit demam berdarah, sebagai berikut:
  1. Melakukan kebiasaan baik, seperti makan makanan bergizi, rutin olahraga, dan istirahat yang cukup;
  2. Memasuki masa pancaroba, perhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal dan melakukan 3M, yaitu menguras bak mandi, menutup wadah yang dapat menampung air, dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang perkembangan jentik-jentik nyamuk, meski pun dalam hal mengubur barang-barang bekas tidak baik, karena dapat menyebabkan polusi tanah. Akan lebih baik bila barang-barang bekas tersebut didaur-ulang;
  3. Fogging atau pengasapan hanya akan mematikan nyamuk dewasa, sedangkan bubuk abate akan mematikan jentik pada air. Keduanya harus dilakukan untuk memutuskan rantai perkembangbiakan nyamuk;
  4. Segera berikan obat penurun panas untuk demam apabila penderita mengalami demam atau panas tinggi
  5. Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya.
Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah :
  1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat. perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
  2. Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat air kolam, dan bakteri (Bt.H-14).
  3. Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion).
  4. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong


BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang mengandung virus dengue dapat menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) yang ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas. Tanda lainnya adalah lemah, gelisah, nyeri ulu hati, disertai bintik perdarahan di kulit, kadang mimisan, muntah darah, bahkan dapat berakibat kematian. Sasaran penderita DBD juga merata, mengena pada semua kelompok umur baik anak-anak maupun orang dewasa, baik masyarakat pedesaan maupun perkotaan, baik orang kaya maupun orang miskin, baik yang tinggal di perkampungan maupun di perumahan elite. Sama dengan DBD, penyakit chikungunya dibawa oleh nyamuk dari genus yang sama, yaitu Aedes, tetapi jenis virusnya berbeda. Virus chikungunya termasuk arbovirus dari genus alphavirus, bentuknya bulat dikelilingi duri. Pembawa virus bisa di tubuh manusia, primata, mamalia lain, dan burung.
3.2 SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan mengingat adanya keterbatasan waktu tenaga dan biaya untuk itu,Kami mohon kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun makalah di kemudian hari.





DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2008. Perkembangan Kasus Demam Berdarah di Indonesia. http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 13 Maret 2011.
Gandahusada, s; D. Henry; Pribadi W. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Lestari, Bekti D; Gama Z.P; Rahardi Brian. 2009. Identifikasi Nyamuk Di Kelurahan Sawojajar Kota Malang.
http://biologi.ub.ac.id/files/2010/12/BSS2010ZPGBR.pdf. Diakses Tanggal 8 Maret 2011.
Nasrin. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan dan Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Bangka Barat. http://eprints.undip.ac.id/18335/1/N_A_S_R_I_N.pdf. Diakses tanggal 10 Maret 2011.
Noor, Nasry. 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Nurmaini. 2001. Identifikasi ,Vektor dan Binatang Pengganggu serta Pengendalian Anopheles Aconitus secara Sederhana. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21913/4/Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 8 Maret 2011.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar